Hai teman-teman! Apa kabar? Kali ini kita akan membahas tentang Pasal 184 KUHP. Pasti banyak yang belum tahu kan apa itu Pasal 184 KUHP? Nah, jangan khawatir karena kita akan bahas dengan bahasa yang santai dan mudah dipahami. Pasal 184 KUHP adalah sebuah pasal yang berkaitan dengan penganiayaan ringan. Yuk, kita simak penjelasannya lebih lanjut!
Pengertian Pasal 184 KUHP
Pasal 184 KUHP atau yang dikenal dengan Perzinahan merupakan suatu tindakan yang dilarang dalam hukum pidana Indonesia. Pasal ini memiliki arti bahwa seorang suami atau istri yang telah sah dan berkeluarga melakukan hubungan seksual dengan orang yang bukan sah menjadi pasangan hidupnya, dapat dihukum penjara selama 5 tahun.
Perzinahan masuk dalam kategori delik aduan, yang artinya pengaduan dari pihak lain dibutuhkan agar kasus ini dapat diambil tindakan. Selain itu, pasal ini juga mengatur bahwa pasangan yang terlibat perzinahan hanya akan dihukum jika dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak. Jika hanya satu pihak yang merestui, maka kasus ini tidak akan diproses.
Meskipun pasal ini terkesan memberikan sanksi yang keras, ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi vonis hakim dalam kasus perzinahan. Hal ini dapat terlihat dari pasal 48 KUHP yang menyebutkan tentang alasan-alasan yang dapat membuat pengadilan tidak menjatuhkan vonis kepada pelaku tindak pidana, antara lain karena alasan baik dari dalam diri pelaku atau karena adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tindakan pelaku.
Terkait dengan penerapan pasal ini, terdapat beberapa penjelasan lebih lanjut mengenai perzinahan yang harus diketahui. Pertama, pasal 184 KUHP ini hanya berlaku jika kedua pasangan yang melakukan perzinahan telah menikah secara sah. Jika keduanya tidak memiliki ikatan pernikahan, maka kasus ini akan masuk dalam kategori persetubuhan di luar nikah.
Kedua, pasal 184 KUHP ini lebih menekankan pada larangan melakukan hubungan seksual dengan pihak yang bukan pasangan hidup. Dengan kata lain, pasal ini tidak meregulasi masalah poligami atau memiliki pasangan hidup lebih dari satu. Namun, perlu diingat bahwa poligami juga memiliki aturan tersendiri dalam hukum Islam dan hukum peradilan.
Terakhir, penjelasan mengenai pasal 184 KUHP ini tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Pasal ini memiliki nilai-nilai moral yang kuat dalam masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi pernikahan dan kesetiaan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, para pasangan suami istri diharapkan dapat setia kepada pasangannya agar tidak melakukan perzinahan.
Tindak Pidana Dalam Pasal 184 KUHP
Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah salah satu pasal di dalam KUHP yang menetapkan sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana kesusilaan. Pasal ini mengatur tentang pelanggaran kehormatan seseorang melalui ujaran keji atau penghinaan yang bersifat permanen. Kehormatan dalam pasal ini meliputi nama baik, martabat, dan harga diri seseorang. Kehormatan dalam pasal ini diartikan secara luas dan meliputi keseluruhan diri seseorang.
Subtansi Pasal 184 KUHP
Subtansi Pasal 184 KUHP berbunyi “Barangsiapa di muka umum mengeluarkan kata-kata atau melakukan perbuatan yang bersifat mencemarkan nama baik seseorang, karena maksud untuk menyinggung perasaan orang tersebut, diancam karena pencemaran nama baik dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau pidana denda sebanyak-banyaknya Empat Puluh Lima Juta Rupiah.”
Arti pasal ini adalah setiap orang dilarang untuk mengeluarkan kata-kata atau melakukan perbuatan yang bersifat mencemarkan nama baik seseorang di muka umum. Kata-kata atau perbuatan tersebut dapat berupa penghinaan, cacian, penghinaan terhadap agama, melakukan hoax, atau memposting di media sosial demi tujuan menjelekkan seseorang. Tindakan seperti itu dinilai telah melanggar pasal 184 KUHP.
Unsur-unsur Pasal 184 KUHP
Agar seseorang dapat dijerat dengan pasal 184 KUHP, harus ada tiga unsur yang terpenuhi, yaitu:
1. Mucul di Muka Umum: Kata-kata atau perbuatan tersebut harus terjadi di muka umum. Muka umum sendiri dapat diartikan sebagai tempat yang dapat diketahui oleh banyak orang.
2. Menjitakan Kehormatan Seseorang: Kata-kata atau perbuatan tersebut harus bersifat jijik, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik yang menyerang kehormatan seseorang.
3. Maksud untuk Menyinggung: Orang yang melakukan tindakan tersebut memiliki maksud untuk menyinggung perasaan orang yang dicemarkan oleh ucapan atau perbuatannya.
Penjelasan Pasal 184 KUHP
Pasal ini dimaksudkan untuk melindungi kehormatan dan harga diri seseorang yang sangat penting dalam lingkungan masyarakat. Pelanggaran terhadap kehormatan dan harga diri seseorang dapat mencederai kualitas hidup individu tersebut, sehingga pelaku tindak pidana ini harus dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana.
Sanksi pidana yang dijatuhkan pun sangat berat. Pidana penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau pidana denda sebanyak-banyaknya Empat Puluh Lima Juta Rupiah. Dari sanksi tersebut, jelas bahwa perbuatan atau kata-kata yang mencemarkan nama baik orang lain harus diberikan sanksi yang berat. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk memberi efek jera pada pelakunya dan memberikan perlindungan bagi masyarakat.
Contoh Tindak Pidana dalam Pasal 184 KUHP
Berikut ini adalah beberapa contoh tindak pidana dalam Pasal 184 KUHP:
1. Seorang saksi di persidangan mengeluarkan kata-kata yang menghina terhadap orand yang berurusan dengan persidangan.
2. Seorang seseorang mengirimkan pesan pada temannya di medsos agar tidak berurusan ragam dengan orang tertentu dalam kelompok.
3. Seorang jurnalis menuliskan berita hoax tentang seseorang atau sebuah lembaga dalam tujuan tertentu yang berdampak pada buruknya nama baik orang atau lembaga tersebut.
4. Seorang seseorang menjuluki orang lain dengan nama panggilan yang buruk dan mencemarkan nama baik orang.
5. Seorang seseorang melakukan aksi pelecehan terhadap orang lain di muka umum, contohnya dengan mengintip orang saat mandi, mem-fotografi atau merekam dan menyuruh temannya menyebarluaskan aksi pelecehan tersebut.
6. Seorang seseorang melakukan tindak pelecehan seksual dengan menggunakan nama orang lain atau memalsukan identitas orang lain.
7. Seorang seseorang melakukan penghinaan terhadap agama dan tujuan lainnya.
Perbuatan tersebut dapat menimbulkan dampak yang signifikan dan bisa berdampak besar pada korban perbuatan tersebut. Oleh karena itu, pasal 184 KUHP sangat penting untuk dihimpun dan dijelaskan agar masyarakat dapat mengenalinya dan tidak mencemarkan nama baik orang lain.
Sanksi Hukum Pasal 184 KUHP
Pasal 184 KUHP adalah salah satu pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang perbuatan cabul. Pasal ini menetapkan sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan cabul di hadapan umum atau di tempat yang dapat diakses oleh umum. Sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku perbuatan cabul diatur dalam Pasal 184 KUHP.
1. Sanksi Pidana Penjara
Pertama, sanksi pidana yang dapat diberikan kepada pelaku perbuatan cabul adalah pidana penjara. Pasal 184 KUHP menetapkan bahwa pelaku perbuatan cabul dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan atau pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 4 (empat) bulan, sesuai dengan keadaan dan jenis perbuatan cabul yang dilakukan.
Jadi, jika seseorang melakukan perbuatan cabul yang termasuk dalam kategori berat, misalnya dengan ancaman kekerasan, maka pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama 4 tahun 4 bulan. Namun, jika perbuatan cabul yang dilakukan pelaku termasuk dalam kategori ringan atau tanpa kekerasan, maka pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.
2. Sanksi Denda
Di samping pidana penjara, Pasal 184 KUHP juga menetapkan sanksi denda bagi pelaku perbuatan cabul. Jumlah denda yang diberikan oleh pengadilan tergantung pada keadaan dan jenis perbuatan cabul yang dilakukan oleh pelaku.
Sebagai contoh, jika pelaku melakukan perbuatan cabul yang termasuk dalam kategori berat, maka pelaku dapat dikenakan denda paling banyak Rp 10.000.000,-. Namun, jika perbuatan cabul yang dilakukan tersebut termasuk dalam kategori ringan atau tanpa kekerasan, maka pelaku dapat dikenakan denda paling banyak Rp 5.000.000,-.
3. Sanksi Pidana Tambahan
Selain sanksi pidana penjara dan denda, Pasal 184 KUHP juga menetapkan sanksi pidana tambahan bagi pelaku perbuatan cabul. Sanksi pidana tambahan yang dapat diberikan kepada pelaku perbuatan cabul di antaranya adalah pengumuman putusan pengadilan, pencabutan kewarganegaraan, serta pembatasan hak-hak sipil.
Adapun sanksi pidana tambahan yang diberikan kepada pelaku perbuatan cabul tidak selalu sama untuk setiap kasus, karena sanksi pidana tambahan yang diberikan tergantung pada keadaan dan jenis perbuatan cabul yang dilakukan oleh pelaku.
Sebagai contoh, sanksi pidana tambahan seperti pencabutan kewarganegaraan atau pembatasan hak-hak sipil biasanya diberikan kepada pelaku yang melakukan perbuatan cabul yang termasuk dalam kategori berat atau yang menggunakan kekerasan. Sedangkan sanksi pidana tambahan seperti pengumuman putusan pengadilan biasanya diberikan kepada pelaku perbuatan cabul yang melakukan perbuatan cabul di tempat yang dapat dilihat oleh banyak orang.
Jadi, pelaku perbuatan cabul harus siap menerima sanksi pidana yang dijatuhkan, baik itu pidana penjara, denda, maupun sanksi pidana tambahan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita semua untuk waspada dan selalu menjaga perilaku dan tindakan kita di masyarakat, agar tidak terjerat oleh Pasal 184 KUHP atau undang-undang lainnya yang mengatur tentang pidana pencabulan.
Perkembangan Terbaru Pasal 184 KUHP
Pasal 184 KUHP mengatur tentang tindakan persetubuhan atau perbuatan cabul yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak di bawah umur. Berdasarkan Pasal 184 KUHP, persetubuhan atau perbuatan cabul dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Namun, dalam perkembangannya, terdapat beberapa hal yang menjadi perdebatan terkait dengan Pasal 184 KUHP ini. Berikut merupakan beberapa perkembangan terbaru Pasal 184 KUHP:
1. Perubahan Hukuman
Pada tahun 2020, Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pedoman Penerapan Pidana Mati bagi Koruptor, Pengedar Narkoba, dan Pelaku Persetubuhan Terhadap Anak. Salah satu poin dalam peraturan tersebut adalah mengenai perkara persetubuhan terhadap anak. Menurut peraturan tersebut, bagi pelaku persetubuhan terhadap anak yang menyebabkan kematian anak, maka pidana yang dapat diberikan adalah pidana mati. Sedangkan bagi pelaku persetubuhan terhadap anak yang tidak menyebabkan kematian anak, maka pidana yang dapat diberikan adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
2. Diskriminasi Gender
Pada awal tahun 2021, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengajukan revisi terhadap Pasal 184 KUHP. Menurut Muhadjir, Pasal 184 KUHP saat ini cenderung diskriminatif terhadap perempuan karena hanya mengatur tindakan persetubuhan atau perbuatan cabul yang dilakukan oleh seorang pria terhadap anak di bawah umur. Sementara itu, tindakan yang sama yang dilakukan seorang perempuan tidak diatur dalam Pasal 184 KUHP. Muhadjir mengusulkan agar Pasal 184 KUHP direvisi agar mencakup tindakan persetubuhan atau perbuatan cabul yang dilakukan baik oleh pria maupun perempuan terhadap anak di bawah umur. Hal ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang sama bagi korban persetubuhan atau perbuatan cabul yang dilakukan oleh pria atau perempuan.
3. Kritik terhadap Pasal 184 KUHP
Sejak lama, Pasal 184 KUHP telah menjadi sorotan dan mendapat kritik dari berbagai pihak. Beberapa kritik yang dilontarkan antara lain terkait dengan sanksi hukuman yang dianggap terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera kepada pelaku. Selain itu, Pasal 184 KUHP juga dianggap terlalu fokus pada tindakan persetubuhan atau perbuatan cabul yang dilakukan oleh pria terhadap anak perempuan, sedangkan tindakan serupa yang dilakukan oleh perempuan atau terhadap anak laki-laki tidak diatur dengan jelas. Masalah-masalah ini menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan revisi terhadap Pasal 184 KUHP.
4. Revisi Pasal 184 KUHP
Sejak tahun 2019, pemerintah sudah merencanakan untuk merevisi Pasal 184 KUHP. Revisi ini bertujuan untuk memperkuat perlindungan hukum bagi korban dan memperberat sanksi pidana bagi pelaku tindakan persetubuhan atau perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur. Beberapa poin dalam revisi Pasal 184 KUHP antara lain adalah penambahan sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan tindakan persetubuhan atau perbuatan cabul yang mengakibatkan korban meninggal dunia, penghapusan batas usia korban yang semula hanya 15 tahun, serta penambahan jenis tindakan persetubuhan atau perbuatan cabul yang diatur dalam Pasal 184 KUHP, seperti oral seks dan sodomi.
Namun, revisi Pasal 184 KUHP ini masih menuai kontroversi dan perdebatan di kalangan masyarakat. Ada yang menganggap revisi ini tidak cukup memperkuat perlindungan korban dan masih terdapat kelemahan dalam penanganan tindakan persetubuhan atau perbuatan cabul terhadap anak. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama memperjuangkan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi korban dan menindak tegas pelaku tindakan persetubuhan atau perbuatan cabul terhadap anak.
Terima Kasih Telah Membaca
Semoga artikel ini bermanfaat bagi kalian yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang Pasal 184 KUHP. Jangan lupa untuk terus membaca artikel-artikel menarik lainnya di situs ini dan jangan sungkan-sungkan untuk berkunjung kembali nanti ya. Salam hangat dan terima kasih!