Saat ini sedang marak dibicarakan tentang Pasal 90 KUHP karena beberapa kasus yang tengah hangat diperbincangkan di media sosial. Pasal ini berkaitan dengan tindak pidana persetubuhan antara orang dewasa dengan anak di bawah umur. Dalam Pasal 90 KUHP, orang yang melakukan persetubuhan dengan anak di bawah umur akan dikenakan hukuman yang cukup berat, namun dalam beberapa kasus terdapat kontroversi tentang penggunaan pasal ini. Oleh karena itu, mari kita bahas secara rinci tentang Pasal 90 KUHP.
Pengertian Pasal 90 KUHP
Pasal 90 KUHP adalah salah satu pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pasal ini diterapkan apabila seorang pegawai negara atau pihak yang mempunyai kedudukan setinggi-tingginya melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain ataupun merugikan keuangan negara. Tindakan korupsi adalah tindakan yang merugikan keuangan negara atau membobol anggaran biaya negara untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Pasal 90 KUHP dikenal juga dengan nama delik aduan. Artinya, apabila ada masyarakat yang mengetahui adanya tindakan yang diduga terjadi, maka masyarakat dapat melapor secara langsung ke Kepolisian ataupun Kejaksaan dan melakukan aduan. Kejaksaan akan melakukan penyidikan dan menentukan apakah terdapat cukup bukti untuk memulai sidang pengadilan korupsi. Jika terdapat cukup bukti, maka dilakukan proses persidangan korupsi.
Delik aduan atau tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 90 KUHP meliputi beberapa tindakan, di antaranya penerimaan suap, pemerasan, penggelapan, penipuan, dan gratifikasi.
Yang dimaksud dengan penerimaan suap adalah tindakan seseorang yang menerima atau meminta suap dalam rangka melaksanakan tugas atau jabatannya. Pemerasan adalah tindakan seseorang yang memaksa atau meminta sesuatu dengan ancaman atau kekerasan. Penggelapan adalah tindakan mencuri atau memperoleh barang yang seharusnya tidak menjadi miliknya. Penipuan adalah tindakan seseorang yang memberikan keterangan atau janji palsu untuk mendapatkan suatu keuntungan. Gratifikasi adalah tindakan memberikan hadiah, uang, atau keuntungan lainnya kepada pejabat negara untuk memperoleh fasilitas atau mempermudah urusan.
Dalam Pasal 90 KUHP, sanksi hukum yang diberikan sangat berat kepada pihak yang melakukan tindakan korupsi. Seseorang yang terbukti melakukan tindakan korupsi dapat dijatuhi hukuman penjara selama bertahun-tahun dan denda yang sangat besar. Selain itu, jika terjadi kerugian keuangan negara, maka pihak yang melakukan tindakan korupsi harus mengembalikan uang negara yang telah dicuri atau merugikan keuangan negara. Sanksi hukum ini bertujuan untuk memberikan efek jera kepada para pejabat negara yang ingin melakukan tindakan korupsi.
Pasal 90 KUHP menjadi penting karena korupsi adalah salah satu masalah besar yang mengancam kestabilan negara. Korupsi dapat merugikan keuangan negara dan menimbulkan kegaduhan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, Pasal 90 KUHP harus diterapkan dengan tegas dan adil agar dapat memberikan jaminan bahwa setiap tindakan korupsi akan ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam hal ini, diperlukan kerjasama dari masyarakat untuk melaporkan jika mengetahui adanya tindakan korupsi dan memberikan kepercayaan kepada pihak kepolisian ataupun kejaksaan untuk melakukan proses penyelidikan dan pengadilan.
Tindakan yang Melanggar Pasal 90 KUHP
Pasal 90 KUHP merupakan aturan yang menegakkan larangan penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan sebagai upaya untuk menerima sesuatu yang tidak menjadi hak seseorang. Aturan ini ditetapkan sebagai upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat serta mencegah tindakan pemaksaan dan pengancaman terhadap orang lain. Selain itu, hukuman bagi pelanggar pasal ini termasuk sanksi pidana penjara yang cukup berat.
Tindakan yang melanggar pasal 90 KUHP dapat berupa beragam perbuatan yang termasuk ke dalam kategori pemaksaan dan pengancaman terhadap orang lain. Banyak hal yang dapat dianggap sebagai pelanggaran pasal ini, antara lain:
1. Intimidasi
Intimidasi adalah tindakan mengancam dan menakut-nakuti orang lain untuk memaksa mereka memberikan sesuatu yang tidak menjadi haknya. Contohnya, seseorang yang memaksa korban untuk memberikan uang dengan mengancam akan membuat korban mengalami kekerasan fisik atau merusak barang miliknya. Hal ini adalah tindakan yang jelas melanggar pasal 90 KUHP.
2. Pemerasan
Pemerasan adalah tindakan memaksa seseorang memberikan sebuah barang atau sesuatu yang tidak menjadi hak si pelaku. Biasanya, pemerasan dilakukan dengan membuat kesepakatan secara diam-diam dan memaksa korban untuk memenuhinya. Tindakan ini termasuk melanggar pasal 90 KUHP dan dapat dikenai hukuman sesuai dengan penyimpangan yang dilakukan.
3. Perampasan terhadap barang milik orang lain
Perampasan adalah tindakan mengambil barang milik orang lain dengan paksa. Biasanya, perampasan dilakukan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman. Secara legal, perampasan adalah sebuah bentuk pemaksaan yang diatur dalam Pasal 365 KUHP. Meskipun tidak secara langsung dijadikan dasar tindakan melanggar Pasal 90 KUHP, perampasan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman termasuk melanggar aturan ini.
4. Tebang pilih
Tebang pilih adalah tindakan memaksa seseorang untuk memberikan suatu keuntungan atau hadiah pada orang tertentu dengan menonjolkan kekuasaan atau kebijaksanaannya. Biasanya, tebang pilih dilakukan oleh oknum pejabat atau penyelenggara negara yang hendak memperkaya diri sendiri atau menguntungkan pihak tertentu. Tindakan tebang pilih dengan cara ini termasuk melanggar Pasal 90 KUHP.
5. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah tindakan melakukan pemaksaan dengan menggunakan kekerasan fisik yang merugikan orang lain. Tindakan ini bisa berupa pemukulan, pemukulan, hingga penganiayaan yang dapat merugikan kesehatan dan integritas korban. Tindakan kekerasan fisik juga termasuk pelanggaran terhadap Pasal 90 KUHP yang hukumannya cukup berat.
Memahami tindakan yang melanggar Pasal 90 KUHP sangat penting untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat secara luas. Para pelaku yang melakukan pemaksaan dan pengancaman kepada orang lain harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, pemahaman tentang tindakan pelanggaran ini dapat membantu masyarakat dalam memahami hak dan kewajiban serta membuat perbedaan antara tindakan yang benar dan tindakan yang melanggar hukum.
Sanksi Pidana dan Perdata Pasal 90 KUHP
Pasal 90 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan salah satu pasal yang mengatur tentang bersikap tidak patuh terhadap putusan pengadilan yang ada. Pasal ini berguna untuk memberi sanksi terhadap pelaku yang mengabaikan putusan pengadilan, baik pidana maupun perdata. Sanksi pidana dan perdata yang dijatuhkan kepada pelaku yang melanggar pasal ini berbeda.
Dalam penjelasan pasal 90 KUHP disebutkan bahwa sanksi pidana dijatuhkan apabila orang tersebut yang dihukum dalam perkara pidana dengan perbuatan yang sama, dan putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap atau telah diputus pengadilan kasasi. Sedangkan sanksi perdata akan dikenakan terhadap orang yang melanggar putusan perdata atau putusan administratif yang harus dilaksanakan sebagai putusan perdata, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pelanggarannya dapat dibuktikan.
Sanksi pidana yang dijatuhkan atas pelaku yang mengabaikan putusan pengadilan pada pasal 90 KUHP adalah pidana penjara dengan kurun waktu paling lama satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah sebagai pasal 90 ayat 1 KUHP. Selanjutnya dalam pasal 90 ayat 2 KUHP dijelaskan bahwa apabila putusan pengadilan yang diabaikan adalah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau putusan pengadilan kasasi, maka bagi siapapun yang mengetahui keberadaan pelanggar harus segera melaporkannya ke penyidik atau jaksa penuntut umum.
Di sisi lain, sanksi perdata yang dijatuhkan atas pelaku yang mengabaikan putusan pengadilan diatur dalam pasal 90 ayat 3 KUHP. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa apa bila putusan pengadilan perdata atau putusan administratif yang bertentangan dengan putusan pengadilan dalam perkara perdata yang diabaikan, pemohon eksekusi selaku pemilik hak yang dilindungi oleh putusan pengadilan dapat menuntut pelaksanaan putusan pengadilan oleh pengadilan negeri yang berwenang, mendapat penggantian kerugian yang diderita, serta ganti rugi bagi pihak yang dirugikan lainnya.
Sanksi perdata tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga para pihak terkait yang dirugikan oleh putusan tersebut akan dapat memperoleh hak yang seharusnya mereka dapatkan. Sanksi perdata ini juga memberikan penghargaan bagi pelaku yang mematuhi putusan pengadilan, sehingga mendorong terciptanya kepastian hukum di Indonesia dan meminimalisir tindakan melanggar hukum.
Namun, pada kenyataannya pengabaian atas putusan pengadilan seperti yang diatur dalam pasal 90 KUHP masih sering terjadi. Hal ini tentunya merugikan para pihak terkait yang merasa tak dihargai oleh pihak yang mengabaikan putusan pengadilan tersebut. Karenanya sangat penting untuk menjalankan putusan pengadilan dengan baik dan tidak mengabaikannya untuk mewujudkan kepastian hukum yang baik di Indonesia.
Dalam menghadapi kasus pengabaian putusan pengadilan pada pasal 90 KUHP, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti menyimpan bukti-bukti yang dapat membuktikan bahwa putusan pengadilan sudah diabaikan, membuat surat peringatan kepada pelaku, melakukan upaya mediasi, dan terakhir melalukan pengajuan gugatan perdata.
Dengan demikian, sanksi pidana dan perdata pada Pasal 90 KUHP merupakan bagian terpenting dalam menjaga kepastian hukum dan memberikan penghargaan kepada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak ada lagi pelanggaran hukum yang merugikan para pihak terkait.
Penyelesaian Kasus Pasal 90 KUHP di Pengadilan
Penyelesaian kasus Pasal 90 KUHP di pengadilan menjadi hal yang penting untuk diungkap karena Pasal 90 KUHP sendiri menjadi salah satu undang-undang yang banyak dianggap kontroversial dan menuai pro-kontra. Pasal ini berbunyi bahwa “Barang siapa menjual, menyimpan untuk diperjualbelikan, menawarkan, menyerahkan dengan atau tanpa hak, atau menyalurkan Narkotika golongan I bukan tanaman atau Golongan II tanaman yang telah dimasukkan dalam daftar yang ditetapkan berdasarkan penaklukan atau penguasaan atasnya, atau dengan sengaja membelinya, menerima atau dalam hal lain memberikan kesempatan untuk mengunakan Narkotika tersebut akan dihukum dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.
Melihat ancaman pidana yang sangat berat, maka diperlukan ketelitian hukum dalam mengadili kasus yang menggunakan Pasal 90 KUHP sebagai dasar putusannya. Berikut ini beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian kasus Pasal 90 KUHP di pengadilan:
1. Pembuktian
Sebelum seseorang dinyatakan bersalah atas kasus Pasal 90 KUHP, harus terlebih dahulu dibuktikan bahwa ia memang melakukan tindakan yang diatur dalam pasal ini. Bukti yang dapat digunakan adalah barang bukti, keterangan saksi, dan keterangan terdakwa sendiri atau keterangan ahli. Pembuktian harus dilakukan secara objektif dan terbuka agar putusan yang diambil dapat dianggap adil.
2. Pengacara
Terlebih lagi, dalam kasus yang menggunakan Pasal 90 KUHP, maka diperlukan pengacara yang handal dan berpengalaman. Pengacara ini nantinya akan membantu terdakwa untuk mempertahankan diri dan memberikan nasihat hukum. Seorang pengacara yang profesional akan mengamati setiap detail proses persidangan dan memastikan hak-hak terdakwa terpenuhi.
3. Peninjauan Kembali
Penyelesaian kasus Pasal 90 KUHP di pengadilan biasanya tidak dimungkinkan untuk dilakukan peninjauan kembali. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, pengadilan dapat membuka kesempatan untuk dilakukan peninjauan kembali. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat bukti baru yang muncul setelah persidangan selesai, atau terdapat kekeliruan dalam pemberian putusan sebelumnya.
4. Restorative Justice
Terkadang, penyelesaian kasus Pasal 90 KUHP di pengadilan melalui restorative justice bisa dianggap sebagai solusi yang lebih baik. Restorative justice merupakan pendekatan alternatif dalam penyelesaian perkara hukum yang lebih menitikberatkan pada pemulihan dan rekonsiliasi antara pelaku dan korban. Dalam konteks Pasal 90 KUHP, restorative justice dapat berupa tindakan memutus penyaluran dan penggunaan narkoba serta memberikan kesempatan terhadap pelaku untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan. Hal tersebut dilakukan demi memberikan kesempatan kepada pelaku untuk kembali ke kehidupan yang produktif dan bermanfaat untuk masyarakat.
Demikianlah beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian kasus Pasal 90 KUHP di pengadilan. Setiap kasus tentunya memiliki kekhususan yang berbeda-beda dan oleh karena itu, penyelesaian kasus ini harus ditangani dengan cermat dan hati-hati untuk dapat memberikan keputusan yang adil dan berpihak pada kebenaran.
Terima kasih sudah membaca!
Jangan lupa, jika kamu membutuhkan informasi lebih lanjut tentang pasal 90 KUHP atau hal lainnya, selalu kunjungi situs kami. Kami berharap artikel ini membantu kamu lebih memahami hukum di Indonesia. Sampai jumpa lagi!