PPH Pasal 24 mencakup pajak penghasilan atas penghasilan yang ditambahkan ke dalam penghasilan bruto oleh Wajib Pajak. Hal ini mencakup semua penghasilan yang dihasilkan oleh Wajib Pajak, termasuk dari kegiatan usaha, jasa, dan kegiatan lainnya. Namun, seiring dengan perubahan hukum akuntansi, PPH Pasal 24 kini telah berubah dan dilonggarkan dalam beberapa hal. Artikel ini akan membahas pph pasal 24 yang telah dilonggarkan dan bagaimana hal ini dapat mempengaruhi Wajib Pajak.
Apa itu PPh Pasal 24?
PPh Pasal 24 adalah ketentuan yang mengatur tentang pajak penghasilan yang wajib dipotong oleh pihak ketiga atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi atau badan usaha yang tidak memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. Ketentuan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Jadi, PPh Pasal 24 berlaku bagi orang pribadi atau badan usaha yang tidak terdaftar sebagai Wajib Pajak dan tidak memiliki kewajiban menyampaikan SPT tahunan. Ketentuan ini juga berlaku bagi pihak ketiga yang membayar penghasilan kepada penerima penghasilan yang memiliki kewajiban menyampaikan SPT tahunan, namun tidak melakukan potongan pajak penghasilan.
Contoh pihak ketiga yang harus melakukan potongan PPh Pasal 24 adalah perusahaan yang membayar honorarium kepada pembicara yang bukan karyawan tetap perusahaan tersebut, atau perusahaan yang membayar jasa konsultan kepada badan usaha yang tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
Namun, terdapat pula beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan PPh Pasal 24, seperti gaji dan upah karyawan, serta penghasilan yang diterima oleh anggota DPR, DPD, dan MPR.
Siapa yang Harus Membayar PPh Pasal 24?
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa PPh Pasal 24 adalah pajak yang dipotong oleh pihak yang membuat pembayaran atas bunga, royalty, hadiah, hadiah undian, imbalan jasa teknik, imbalan penghargaan, dan imbalan lain sejenis yang diterima oleh pihak lain. Namun, siapa saja yang dibebankan dengan pajak ini? Berikut penjelasannya:
1. Pemotong PPh Pasal 24
Pemotong PPh Pasal 24 adalah pihak yang secara langsung melakukan pengurangan atas pembayaran yang diterima oleh pihak lain. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang PPh, pemotong dalam hal ini dapat berupa:
- Wajib Pajak Orang Pribadi
- Wajib Pajak Badan
- Badan hukum atau badan lain yang tidak memiliki wajib pajak
Pemotong PPh Pasal 24 harus membayar pajak atas jumlah pembayaran yang diterima oleh pihak lain.
2. Penerima Pembayaran
Penerima pembayaran adalah pihak yang menerima pembayaran dari pemotong. Jika penerima pembayaran adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan, maka ia harus melaporkan pembayaran tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Namun, jika penerima pembayaran bukan Wajib Pajak, maka ia tidak diwajibkan untuk melaporkan pembayaran tersebut dalam SPT Tahunan.
Bagaimana jika penerima pembayaran tidak membayar pajak PPh Pasal 24? Maka, pemotong akan dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang PPh.
3. Penghasil yang tidak memiliki NPWP
Menurut Pasal 21 ayat (1) huruf c UU PPh, pemotong harus melakukan pengurangan atau pemotongan PPh Pasal 24 terhadap penghasilan yang diterima, apabila penerima pembayaran tidak memiliki NPWP. Dalam hal ini, pemotong harus membayar pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a dan Pasal 26 ayat (2) huruf a UU PPh.
Jadi, apabila penerima pembayaran tidak memiliki NPWP dan pemotong masih membayarkan pembayaran tanpa melakukan pemotongan PPh Pasal 24, maka pemotong akan dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) UU PPh.
4. Cukai atas penghasilan tertentu
Jenis penghasilan tertentu seperti hadiah, hadiah undian, dan royalty, dikenakan cukai dengan persentase yang berbeda-beda. Cukai atas penghasilan tertentu digunakan untuk mengurangi beban pajak terhadap penerima penghasilan yang kecil sehingga penghasilan yang diterima menjadi lebih terjamin. Namun, harus diingat bahwa cukai atas penghasilan tertentu bukanlah hal yang sama dengan PPh Pasal 24.
Pada PPh Pasal 24, pemotong wajib melakukan pemotongan yang cukup dan langsung pada saat pembayaran. Penerima harus membayar pajak penghasilannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Sedangkan cukai penghasilan tertentu dibebankan pada saat penghasilan tersebut diterima oleh penerima, dan dibayarkan oleh penerima penghasilan langsung ke Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam rangka menjalankan kewajibannya, pemotong harus memahami siapa yang harus membayar PPh Pasal 24. Jika terdapat kesalahan dalam menghitung atau menentukan pemotongan, maka pemotong akan dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) UU PPh.
Cara Menghitung PPh Pasal 24
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 merupakan pajak yang dikenakan pada penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan secara final. Dalam hal ini penghasilan yang dimaksud adalah penghasilan yang berasal dari jasa yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) orang pribadi atau badan dari pihak lain.
Adapun besaran PPh Pasal 24 yang harus dibayarkan setiap bulannya adalah 15% dari total penghasilan yang diterima Wajib Pajak. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah Wajib Pajak yang harus membayar PPh Pasal 24 adalah pihak yang memperoleh penghasilan yang berasal dari jasa seperti komisi, honorarium, hadiah, dan lain-lain dengan nilai di atas Rp4,8 juta per tahun. Sedangkan untuk Wajib Pajak yang menerima penghasilan di bawah Rp4,8 juta per tahun, tidak diwajibkan membayar PPh Pasal 24.
Untuk memudahkan Wajib Pajak dalam menghitung besaran PPh Pasal 24, maka ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Hitung Total Penghasilan
Pertama-tama, Wajib Pajak harus menghitung total penghasilan yang diterima dalam satu bulan. Penghasilan yang dimaksud adalah penghasilan yang diperoleh dari jasa-jasa yang diterima dari pihak lain dengan nilai di atas Rp4,8 juta per tahun. Contohnya adalah penghasilan komisi, honorarium, atau hadiah.
2. Kurangi Pengeluaran yang Diperbolehkan
Setelah menghitung total penghasilan, selanjutnya Wajib Pajak dapat mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang diperbolehkan. Pengeluaran yang diperbolehkan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak untuk mendapatkan penghasilan tersebut. Contohnya adalah biaya transportasi, biaya makan, dan biaya sewa tempat usaha.
Akan tetapi, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus tercatat secara jelas dan lengkap sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga dapat diakui dan tidak merugikan pihak lain.
3. Hitung Besaran PPh Pasal 24
Setelah mengurangi pengeluaran yang diperbolehkan, maka Wajib Pajak dapat menghitung besaran PPh Pasal 24 yang harus dibayarkan.
Rumus untuk menghitung PPh Pasal 24 adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 24 = (Total Penghasilan – Pengeluaran yang Diperbolehkan) x 15%
Dalam menggunakan rumus ini, Wajib Pajak harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:
– Total penghasilan dalam satu bulan harus dicantumkan secara jelas dan detail.
– Pengeluran-pengeluaran yang terkait dengan penghasilan tersebut harus tercatat dengan lengkap.
– PPh Pasal 24 harus dibayarkan setiap bulannya.
Dengan menghitung PPh Pasal 24 secara cermat dan tepat, maka Wajib Pajak dapat memenuhi kewajibannya sebagai kontributor pajak yang baik dan benar. Selain itu, Wajib Pajak juga akan terhindar dari sanksi-sanksi yang dikenakan oleh pihak pajak.
Bagaimana Membayar PPh Pasal 24?
Membayar pajak adalah kewajiban bagi setiap orang yang memiliki penghasilan. Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dibayarkan atas penghasilan yang diterima oleh setiap orang. Setiap orang wajib membayar pajak, termasuk penghasilan dari PPh Pasal 24.
PPh Pasal 24 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas pembayaran yang diterima oleh penyedia jasa atau pemasok barang tertentu. Pajak ini dibayarkan oleh pemotong pajak, yaitu pihak yang membayar kepada penyedia jasa atau pemasok barang tertentu. PPh Pasal 24 dikenakan atas penghasilan yang diterima pelaku usaha yang bukan Wajib Pajak.
Membayar PPh Pasal 24 juga memiliki aturan dan cara yang berbeda dari pembayaran pajak lainnya. Berikut adalah cara-cara yang harus kamu ketahui untuk membayar PPh Pasal 24:
1. Pembuatan SPT
Pertama, kamu perlu membuat Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 24 di situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kamu harus mencantumkan nama pajak, alamat, nomor NPWP, dan masa pajak yang sesuai dengan jangka waktu pembayaran.
Pada form SPT, kamu juga harus mengisi informasi tentang pemotong pajak dan penerima pembayaran. Jangan lupa untuk mengisi jumlah pajak yang akan dibayarkan. Setelah mengisi semua informasi yang diperlukan, selanjutnya kamu bisa melanjutkan ke tahap berikutnya.
2. Pengajuan SPT
Kamu bisa mengajukan SPT PPh Pasal 24 melalui situs DJP Online atau lewat aplikasi mobile DJP. Untuk mengajukan SPT, kamu harus terlebih dahulu melakukan registrasi pada aplikasi DJP. Kemudian, lanjutkan dengan login ke aplikasi menggunakan nomor NPWP dan tahun pajak yang bersangkutan.
Setelah itu, klik menu e-SPT dan pilih e-SPT PPh Pasal 24. Kamu akan diminta untuk mengisi informasi yang juga tercantum pada form SPT. Jangan lupa untuk mengunggah dokumen pendukung, seperti faktur pajak dan bukti pembayaran.
3. Bayar Pajak
Setelah SPT PPh Pasal 24 kamu disetujui oleh pihak DJP, maka pajak harus segera dibayarkan. Cara pembayaran pajak ini dapat dilakukan di bank-bank tertentu atau bisa juga dengan cara transfer melalui sistem layanan perbankan yang kamu miliki.
Harap dicatat, bahwa pembayaran dengan cara transfer hanya berlaku jika nomor rekening tujuan dikhususkan untuk pembayaran PPh Pasal 24.
4. Konsekuensi Jika Tidak Membayar
Jika kamu tidak membayar PPh Pasal 24 tepat waktu, maka kamu akan dikenai sanksi administratif. Beberapa sanksi yang bisa diberikan antara lain:
- Denda 2% dari jumlah pajak yang belum dibayar
- Sanksi administratif berupa penahanan atau penyitaan atas harta benda
- Serta sanksi pidana.
Oleh karena itu, penting untuk membayar pajak tepat waktu agar tidak terkena sanksi administratif atau pidana.
Dengan melakukan pembayaran PPh Pasal 24 yang benar dan tepat waktu, kamu telah memenuhi kewajiban kamu sebagai warga negara dan pemilik usaha. Selain itu, membayar PPh Pasal 24 juga memberikan manfaat, seperti melaporkan keuangannya dengan lebih transparan dan meyakinkan calon mitra bisnis.
Akhir Kata
Itulah penjelasan tentang PPH Pasal 24 yang sering diterapkan pada pengusaha yang memiliki usaha kecil dan menengah. Sebagai warga negara yang baik, kita harus memenuhi kewajiban perpajakan dan memahami aturan yang berlaku di Indonesia. Terima kasih telah membaca artikel ini dan kami harap informasi ini bermanfaat. Jangan lupa kunjungi kembali website kami untuk mendapatkan informasi menarik lainnya. Sampai jumpa!